Chapter One
THIS IS ME
Semarang,
17 Juli 2006
Siang
itu cuaca benar-benar panas, keringat mengalir bahkan hampir gak gua rasakan
baju kemeja putih yang gua kenakan basah kuyub sampai singlet yang ada dibalik
kemeja itu pun dapat terlihat jelas dari kejauhan. Hari ini para remaja dari
seluruh penjuru Indonesia berkumpul di sebuah gedung pertemuan yang megah, di
salah satu sudut kota Semarang yang disebut Tembalang. Hari dimana gua dan remaja lainnya resmi berstatus seorang mahasiswa, ya seorang mahasiswa,
perjuangan yang tidak sia-sia untuk seorang anak perantauan dari desa kecil di
Pulau Sumatera yang selalu memimpikan indahnya menuntut ilmu di Jawa.
Gua
sampai di Semarang 2 hari yang lalu, tepatnya sebelum hari ini, dimana
penerimaan mahasiswa baru sedang dilaksanakan. Gua berangkat dengan pesawat
dari Jambi, sedangkan kedua orang tua gua serta dua orang adek gua terpaksa
naik mobil dengan alas an menghemat biaya. Gua menempuh perjalanan 1 jam dari
jambi ke Jakarta, dan 1 jam lagi dari Jakarta ke Semarang. Sedangkan Mereka?
Menempuh 2 hari 3 malam didalam mobil Kijang tua yang selalu berjalan tanpa
letih demi menemani anak dan kakak pertamanya yang baru menjadi mahasiswa. Ya
inilah cita-cita semua orang tua di muka bumi ini, berusaha sekuat tenaga, mengorbankan
harta benda dan nyawa demi anak-anaknya tercinta.
Umur
gua 18 tahun saat itu, gua hanya anak remaja yang tidak memikirkan betapa
beratnya perjalanan yang ditempuh orang tua gua saat itu. Gua gak pernah
membayangkan betapa bosannya mereka duduk berpuluh-puluh jam di dalam mobil,
menahan kantuk agar mobil bisa terus melaju tanpa hambatan. Betapa sakitnya
kedua adek gua yang masih SD menahan muntah selama di perjalanan. Tangis
mereka, sedih mereka, semua gak pernah gua bisa bayangkan sampai hari ini.
Sekali lagi itu semua hanya karena gua akan menjadi seorang MAHASISWA.
Seistimewa
itu kah seorang mahasiswa? Gua gak bisa jawab…
Hari
ini kami dikumpulkan dalam satu gedung besar...semua menggunakan pakaian
seragam, kemeja putih dan celana hitam. Sesekali mata gua memandang Handphon
Nokia punya tante gua yang diberikannya ke gua waktu masih di Bandara 2 hari
yang lalu. Gua menunggu kabar dari Papadan Mama gua yang kabarnya akan sampai
di Semarang tepat pada saat acara ini dimulai. Gua hanya bisa duduk di salah
satu pojok ruangan, berkenalan seadanya dengan para peserta lainnya, sambil
terus menanti kabar dari Papadan Mama gua di Handphone pemberian ini.
Acara
dimulai dan gua masih belum dapat kabar tentang keberadaan orang tua serta adek
gua, apa mereka sudah sampai? Atau mereka terjebak macet dijalan? Atau mereka
berhenti di warung untuk sejenak mengisi kekosongan perut…atau? Gua gak tau
lagi atau apa…karena semua kemungkian bisa saja terjadi dan gua capek untuk
menerka-nerka kemungkinan yang ada.
“Mas, Anak Hukum
Juga?” terdengar suara seorang pria membuyarkan lamunan gua.
“Eh…iya saya
anak Hukum juga, maaf mas saya sedang melamun”
“Hehe iya dari
tadi saya lihat mas-nya bengong aja..gak tidur tadi malam? Ngomong-ngomong,
namanya siapa? aslinya mana?” katanya sambil mengulurkan tangan memulai
perkenalan.
“Aku Moris,
Moris Maulana…Aku dari Jambi…mas-nya siapa?dari mana?” sambil menjabat tangan
nya.
“kenalin mas,
saya Aditya Farid Nugroho, dari Banjar Negara”
Perkenalan
singkat kami pun berlanjut dengan obrolan-obrolan santai sampai gua gak sadar
sudah hampir 1 jam kami ada di dalam ruangan itu. Handphone pun berbunyi,
dengan cepat gua angkat “Halo? Papa diamana?...Sudah sampai…?” buru-buru gua
lontarkan pertanyaan itu saat mengangkat telelpon.
“Ahlamdulilah nak..ini papa sama mama ada
didepan gedung nya, adek-adek muntah dijalan, jadi agak telat sampainya”
Gua
langsung menitipkan tas dan barang bawaan gua ke Adit, dan gua langsung lari
keluar, gua menoleh kiri-kanan, mencari keluarga gua, dan akhirnya…gua lihat
mobil kijang tua itu di sebrang jalan, seketika mata ini memanas, dada gua
sesak, semua yang gua rasain campur aduk, gua benar-benar gak bisa nahan
perasaan yang berkecamuk di dada gua, sampai akhirnya gua lari
“Paaaaaaaaaa…..Maaaaaaa” bibir gua bergetar mengucapkan sapaan itu, dan air
mata deras mengalir di pipi gua, tanpa terasa, gua benar-benar menangis
tersedu-sedu..gua rindu papa mama dan adek-adek gua…gua kawatir akan perjalanan
panjang yang mereka tempuh…gua sayang mereka..gua sungguh-sungguh sayang
keluarga gua.
Pelukan
erat gua lepaskan ke mama dan papa gua, ke adek-adek gua, semua nangis, papa
gua yang tadi cuma ketawa-ketawa sekarang berubah menjadi tangis keluarga yang
benar-benar gua rasakan. Gua gak pernah merasakan tangisan ini sejak gua masih
sekolah dulu, ini juga bukan pertama kali gua pisah dari orang tua, karena gua
dari SMA sudah pisah dari keluarga gua dan hidup di asrama. Tapi kali ini
tangis ini, suasana ini, gua yakin ini membuat gua sadar, betapa pentingnya
mereka dalam hidup gua. Ini yang mereka banggakan, ini anaknya, berdiri dengan
seragam hitam putih, siap menempuh pendidikan Ilmu Hukum di Universitas ini.
Ini…adalah hari yang mereka tunggu…ini hari anaknya menjadi mahasiswa….tangis
keluarga..tangis seorang mahasiswa..dan kedua adek kecilnya..semua larut dalam
haru yang menusuk kedalam dada. Bahkan sampai saat ini gua masih selalu
meneteskan airmata jika mengingat masa itu.
“sudah-sudah,
malu sama temen-teman, masa anak papa nangis, sudah besar begini, hehehe” papa
gua mulai mencoba menghibur gua.
“Om…
tante…kenalkan, Saya Adit…temen Moris” adit ternyata ada di belakang gua, dan
dia langsung berkenalan dengan keluarga gua…
“eh…(sambil
mengusap airmata) iya Pa, Ini Adit, tadi aku baru kenalan dan langsung akrab,
Adit ini dari Banjar Negara Pa”
Perkenalan
yang singkat, suka cita yang terasa sangat emosional siang itu, akhirnya harus
diakhiri setelah beberapa jam berlalu dan acara penerimaan mahasiswa pun usai.
Gua dan Adit memutuskan untuk mencari kos-kosan dan tinggal bersama, diantar
oleh keluarga gua. Setelah mendapatkan kos-kosan yang kami rasa cocok, maka gua
dan keluarga serta Adit menghabiskan sore itu untuk makan di kosan dan sekedar
berbincang-bincang untuk saling mengakrabkan diri. Sore itu pula lah Papa dan
Mama gua memutuskan untuk langsung pulang ke Jambi. Gua sudah berusaha untuk
minta orang tua gua menginap semalam saja di hotel untuk sekedar memulihkan
tenaga dan beristirahat. Papa gua cuma senyum sambil tertawa “hahaha Papa kan
harus kerja, adek-adek juga harus sekolah, kasian kan kalo bolos terus”
Hati
gua benar-benar kacau, gua kasihan sama adek gua, gua kasihan sama kondisi
fisik Papa dan Mama gua, mereka jauh-jauh kesini, baru sampai sehari dan
sekarang harus pulang lagi kejambi, menempuh perjalanan panjang di hari yang
sudah hampir gelap ini. Gua tatap mata kedua adek gua, mereka masih kecil,
Rokib kelas 3 SD, dan Abi Masih TK, tatapan polos mereka, membuat sesak dada
gua, gua gak tega, kenapa mereka harus naik mobil, kenapa? Kenapa meraka gak
naik pesawat? UANG? Karena UANG?, gua menangis untuk kesekian kalinya, gua
peluk erat kedua orang tua gua, gua cium kedua adek gua, dan gua terus
menangis. Sampai akhirnya gua izinin mereka untuk pulang. Mereka masuk kedalam
mobil kijang hitam tua kesayangan Papa gua, perlahan kaca-kaca mobil itu turun,
adek-adek gua teriak “Abaaaaaaaannggg Adek Balik dulu yaaaaa Abang cepat
Pulang” kedua makhluk kecil itu membuat air mata gua semakin deras mengalir,
Mama gua melambaikan tangan nya “Rajin-rajin belajar ya nak”…..gua cuma bisa mengangguk
sambil menahan dada gua yang sesak karena tangisan yang semakin sesak, Mesin
akhirnya di hidupkan dan Papa gua mulai menginjak gas …. Mobil pun perlahan
jalan meninggalkan gua dan Adit…gelap malam, lorong yang panjang di gang
kos-kosan, membuat mobil itu semakin jauh…jauh dan menjauh dari gua….tangan
kecil adek-adek gua masih melambai dari kejauhan..gua ingin berlari mengejar
mobil itu…mobil itu masih dalam jangkauan gua..ada Mama, Papa, serta kedua adek
gua di dalamnya..ya ini bukan mimpi..mereka baru saja dari sini…dan kini mereka
pergi menempuh perjalanan jauh untuk pulang ke Jambi. Tangis ini takkan pernah
terhenti sampai saat ini, bahkan saat gua menulis kembali cerita ini….(malam
ini) gua terus menangis.
Komentar
Posting Komentar